Makalah Psikologi Pendidikan : Teori Belajar Humanistik dan Kognitif

Bab I

Pendahuluan

  1. Latar Belakang

            Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.

Salah satu faktor dalam proses belajar adalah tenaga pengajar yang berkompeten di bidangnya. Untuk dapat menjadi tenaga pengajar yang baik, haruslah mengetahui seluk beluk kepengajaran itu sendiri. Salah satu caranya yaitu dengan mengetahui teori-teori belajar. Dengan mengetahui teori-teori belajar yang ada, diharapkan tenaga pengajar dapat meningkatkan kualitas suasana belajar yang ada. Untuk itulah, kami menyusun makalah ini untuk menjelaskan dua dari empat teori belajar yang ada. Teori belajar yang kami bahas dalam makalah ini adalah Teori Belajar Humanistik dan Teori Belajar Kognitif.

2. Rumusan masalah

  1. Apakah pengertian teori belajar?
  2. Apa saja yang termasuk dalam teori belajar?
  3. Apakah yang dimaksud dengan Teori Belajar Humanistik?
  4. Apakah yang dimaksud dengan Teori Belajar Kognitif?

3. Tujuan Penulisan

  1. Menjelaskan pengertian teori belajar secara umum.
  2. Mengetahui aliran-aliran dalam teori belajar dalam psikologi.
  3. Menjelaskan tentang Teori Belajar Humanistik dan pengertiannya.
  4. Menjelaskan tentang Teori Belajar Kognitif dan pengertiannya.

Bab II

Pembahasan

  1. Pengertian Teori Belajar

Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.

Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar.

Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:

  1. Teori Belajar Behavioristik
  2. Teori Belajar Kognitif
  3. Teori Belajar Humanistik
  4. Teori Belajar Sibernetik

1.1. Teori Belajar Humanistik

Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.

Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.

Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk Taksonomi Bloom. Selain itu, empat pakar lain yang juga termasuk ke dalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey, dan Mumford, serta Hibermas, yang masing-masing pendapatnya akan dibahas berikut ini.

a. Bloom dan Krathwohl

Dalam hal ini, bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasasi oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.

Kognitif, terdiri dari enam tingkatan, yaitu:

  1. pengetahuan (mengingat, menghafal);
  2. pemahaman (menginterpretasikan);
  3. aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah);
  4. analisis (menjabarkan suatu konsep);
  5. sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
  6. evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
  7. Psikomotor

Psikomotor, terdiri dari lima tingkatan, yaitu:

  1. peniruan;
  2. penggunaan;
  3. ketepatan;
  4. perangkaian;
  5. naturalisasi.
  6. Afektif

Afektif, terdiri dari lima tingkatan, yaitu:

  1. pengenalan;
    1. merespons;
    2. penghargaan;
    3. pengorganisasian;
    4. pengamalan.

Pada tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur.

b. Kolb

Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu:

  1. pengalaman konkret;seorang siswa hanya mampu sekadar ikut mengalami suatu kejadian.
  2. pengamatan aktif dan reflektif;siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
  3. konseptualisasi;siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya.
  4. eksperimentasi aktif; siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru.
  5. Honey dan Mumford

Berdasarkan teori ini, mereka menggolongkan empat macam tipe siswa, yakni:

  1. Aktivis, Ciri siswa yang bertipe ini adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog.
  2. Reflektor; Untuk siswa tipe ini, sebaliknya, cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan, siswa tipe ini cenderung “konservatif” dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan.
  3. Teoris; Siswa bertipe ini biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat, atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang sangat penting.
  4. Pragmatis; Untuk siswa bertipe ini biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Teori memang penting kata mereka. Kebanyakan siswa dengan tipe ini tidak suka berlarut-larut dalam membahas aspek teoritis filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik jika hanya bisa dipraktikkan.

C. Habermas

Menurutnya belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu:

  1. Belajar Teknis (technical learning);
  2. Belajar Praktis (practical learning);
  3. Belajar Emansipatoris (emancipatory learning).

Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.

Dalam belajar praktis, siswa juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orang-orang sekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti, sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia.

Sedangkan dalam belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kulturasi dari suatu lingkungan. Bagi Habermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural ini dianggap tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.

1.2. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh.

Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning) oleh Jerome Bruner.

  1. Piaget

Menurut Jean Piaget (1975), bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi, (2) akomodasi, (3) equilibrasi (penyimpangan) . Proses asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

  • Ausubel

Menurut Ausubel (1968), siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.

Ausubel percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:

  1. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa;
  2. dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa;
  3. mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

c. Bruner

Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.

Bab III

Penutup

  • Kesimpulan

Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.

Teori manapun pada prinsipnya, belajar meliputi segala perubahan baik berpikir, pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti kegiatan belajar ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Perubahan akibat proses belajar adalah karena adanya usaha dari individu dan perubahan tersebut berlangsung lama. Belajar merupakan kegiatan yang aktif, karena kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja, sadar dan bertujuan.

Dalam belajar, peserta pembelajaran yang lebih penting sebab tanpa peserta pembelajaran tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri peserta pembelajaran, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.

Teori-teori belajar merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar.

  • Saran

Agar kegiatan belajar mencapai hasil yang optimal, maka diusahakan faktor penunjang seperti kondisi peserta didik yang baik, fasilitas  dan lingkungan yang mendukung serta proses belajar mengajar yang tepat. Diharapkan dengan mengertinya tenaga pendidik akan teori-teori pendidikan yang ada, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran baik dari proses hingga kepada hasilnya yang memuaskan.

Daftar Pustaka

“http://mohamad-haris.blogspot.com/2011/10/teori-belajar-dan-aplikasinya.html”

“http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar#Teori_Belajar_Menurut_Edwin_Guthrie”

“http://visiuniversal.blogspot.com/2014/03/pengertian-belajar-dan-macam-macam.html#sthash.YtbBnV9z.dpuf”

“http://wikipedia.org/wiki/humanistik”

“http://rizkyfazliana.blogspot.com/2013/11/teori-belajar-behavioristik-kognitif.html?m=l”

Tinggalkan komentar